Pages

Pages

Tuesday, October 21, 2008

All hope is gone, truly inspired by Slipknot

I absolutely understand you are already older than 18 years old, and able to differ which is good and which is in the contrary. Some words may be against the law or impolite accordingly with your faith, however, they are published under recognition of local court and emotionally acceptable, for some reasons...So without further ado here is the 'shit':

"Oh God, apakah ini hidup yang kau berikan padaku?", batin Joey semakin tersedak saat bayangan hidup yang kelam lagi-lagi menghinggapi alam pikirannya. Julukan pengangguran yang kian hari semakin memuakkan telinga tetap saja disandang. Tatapan miris para tetangga, kadang dengan bibir sungging ibu-ibu tetangga yang sedang mengerubuti sayuran di kios sebelah sambil menggosip tentang Joey si Penganggur kelas kakap. Bibir mencibir terkadang hingga monyong. Kehidupan abadi sang perempuan yang senang menggosip kehidupan orang lain. Takkan pernah puasnya membicarakan kebobrokan orang lain. Tak pernah berkaca pada diri sendiri, tak pernah mau introspeksi diri sendiri. Senang dengan kesusahan orang dan susah dengan kesenangan orang lain. Alam pikiran konyol, bodoh, namun tak pernah mau sadar. Entah kenapa para wanita tua ini masih saja senang mencibir, padahal usia mereka sudah diambang pintu kubur. Bahkan bila ditilik lebih dalam, ternyata kehidupan mereka tak jauh berbeda dengan apa yang mereka cibirkan, lebih buruk malah. Namun itulah wanita, mampu menutup segala kekurangan diri dengan cara yang lebih keji, yaitu....menghibahkan kekurangan itu pada orang lain, setidaknya menggosipkan kekurangan tersebut.

Jikalau saja kesempatan itu datang kembali, (walau kata nenek moyang, kesempatan itu tak datang dua kali) namun Joey bertekad untuk segera menangkap dan takkan melepasnya kembali dengan sia-sia. Terlalu banyak beban yang sedang dipikul, beban finansial, dan yang paling sakit adalah beban moral untuk hidup dilingkungan sosial yang sedemikian kompleks. Kesempatan kerja pertama sebagai seorang guru, melalui jalur tes pns, GAGAL!
kesempatan tersebut hanya akan terulang tahun depan, itu pun kalau pemerintah pusat dan lokal bermurah hati masih mau membuka kesempatan secara demokratis di daerah ini. Sudah sedemikian banyak para calon guru tetap yang mengadu nasib melalui tes PNS. Namun hanya secuil dari mereka yang beruntung. Itupun kebanyakan yang sudah mengabdikan diri mereka disekolah-sekolah sebagai guru honor, atau juga mereka yang memang punya akses terhadap orang-orang penting diatas puncak kekuasaan sana, atau memang mereka yang berkompeten (hemmm sedikit jumlahnya). "Shit, 11 bulan menunggu untuk mendapat kesempatan?"...Joey tercenung sambil menatap langit kamar. Kesempatan tersebut belum tentu juga membawanya bisa lulus. Namun kesempatan tetaplah kesempatan. Peluang 1 % diantara 99,99%.

Sakit banget saat harus menderita tanpa tahu sebab musabab. Harus rela menerima segala hal yang mereka sebut dengan kata 'takdir'. Sampai-sampai hati ini berkata: 'Apa iya takdir itu tak dapat dikendalikan'. Siapa didunia ini yang mau hidup menderita, siapa diantara mereka yang ingin hidup dibawah kendali orang lain. Semua insan ingin diatas, tidak ingin dipijak-pijak, apalagi harga diri nya. Si tukang parkir pastinya tidak pernah menduga bila hidupnya harus tergantung dari peluit busuk dan berdiri mengatur kendaraan dibawah terik panas matahari, dibawah derasnya hujan, hanya tuk mendapatkan Rp 1000,-. Ia hanya bisa menatap kendaraan-kendaran mewah mampir sebentar dan berlalu, Ia hanya bisa melirik gadis manis dan nyonya serta om-om itu duduk manis dijok kendaraan dengan full AC juga musik bahkan juga setelan video Car LCD. Seratus persen melenceng dari mimpi masa kecilnya dulu.

Sekali waktu, si anak itu juga pasti pernah bermimpi tuk dapat makan di dalam Restoran mewah ini. Namun akibat takdir, ia hanya bisa duduk menggendong adiknya, memasang muka sesedih mungkin dan menyodorkan ember kecil, berharap orang yang telah kenyang makan rela berbagi berbagi kenikmatan, walalu cuma recehan. Sesekali mungkin rejeki menghampirinya, namun tak jarang ia hanya mendapatkan lirikan pedas, atau ucapan kata 'maaf'. Dilain waktu ia bisa saja menjadi santapan para Satpol PP, yang siap sedia dengan senang hati menendang ember kecilnya, lalu meludahi adik kecilnya, memaki dengan kata-kata yang belum ia pahami. Nah, apakah itu juga takdir? dan apakah semua itu harus ia jalani dengan sepenuh hati? harus dapat mengambil hikmah? anak seperti itu belum mengerti mengambil hikmah, yang iatahu hanya mengambil uang yang diberikan orang-orang yang mau berbagi rejeki. Bukan mengharapkan makian, bukan mengharapkan nasehat dan ocehan dari ustadz bajingan.

di dunia sebelah sana, seorang ABG dengan langkah pasti berjalan memasuki mall, disana teman-temannya yang lain sudah berkumpul, bercanda tawa. Si gadis punya HP yang lumayan bermerk mahal, di tas jinjingnya ada kunci Toyota Yaris keluaran terbaru. Dompet berwarna pink berisi berbagai macam ATM, siap digesek ke segala merk BANK. Beli baju baru, celana baru, sepatu, make up, atau HP baru lagi, bukanlah hal yang susah. Baginya semua itu tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan segala kemewahan lainnya yang dapat ia raih hanya dengan menenagadahkan telapak tangannya kepada sang PAPA atau MAMA. Sekali lagi Takdir kah itu! ANJING

Bersambung......

1 comment:

Anonymous said...

Berawal dari kekesalan, terkontaminasi kemunafikan, melesak jauh ke dalam lembah ketidakpastian, apa beda dunia dan neraka?

Keep up your idealism...
I'm with you...